Rabu, 25 Februari 2015

Kloning dalam hukum islam

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

Ciri-ciri manusia adalah selalu ingin mengetahui rahasia alam, memecahkannya dan kemudian mencari teknologi untuk memanfaatkannya, dengan tujuan memperbaiki kehidupan manusia. Semuanya dikembangkan dengan menggunakan akal, atau rasio, yang merupakan salah satu keunggulan manusia dibanding makhluk hidup lainnya. Sampai sekarangpun ciri watak manusia itu masih terus berlangsung. Satu demi satu ditemukan teknologi baru untuk memperbaiki kehidupan manusia agar lebih nyaman, lebih menyenangkan, dan lebih memuaskan.
Dikembangkan teknologi kawin silang, hibrida, cangkok, dan sebagainya untuk mencapai keinginan itu. Dengan ditemukannya alat-alat bantu yang lebih canggih, seperti misalnya mikroskop dan media pembiakan di laboratorium, rekayasa itu dilakukan dalam tingkat yang lebih kecil, sehingga ditemukan tanaman pangan tahan lama dan ternak dengan reproduksi susu yang lebih tinggi. Itulah awal dari pengembangan rekayasa genetika, kemudian dunia menjadi gempar setelah munculnya publikasi tentang kloning biri-biri “Dolly”, terutama menyangkut bagaimana pandangan agama terhadap kloning manusia. Walaupun kloning manusia belum diumumkan ada, atau tidak ada, atau minimal rencana bagi para ilmuwan.
Dan dapat disimpulkan dari penjelasan di atas bahwa dalam makalah ini akan menjelaskan tentang kloning.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan kloning ?
2.      Bagaimana proses bioteknologi kloning ?
3.      Bagaimana pandangan ulama, atau kajian tentang hukum Islam terhadap kloning manusia ?
1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kloning.
2.      Untuk mengetahui proses bioteknologi kloning.
3.      Untuk mengetahui pandangan ulama, atau kajian tentang hukum Islam terhadap kloning manusia.



                                                               BAB II     
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kloning
Istilah loning atau klonasi berasal dari kata clone (bahasa Greek) atau klona, yang secara harfiah berarti potongan/pangkasan tanaman. Melihat asal bahasa yang digunakan, dapat dimengerti bahwa praktek perbanyakan tanaman lewat penampangan potongan/pangkasan tanaman telah lama dikenal manusia. Karena tidak adanya keterlibatan jenis kelamin, maka yang dimaksud dengan klonasi adalah suatu metode atau cara perbanyakan makhluk hidup (atau reproduksi) secara aseksual. Hasil perbanyakan lewat cara semacam ini disebut klonus/klona, yang dapat diartikan sebagai individu atau organisme yang dimiliki genotipus yang identik.
Kloning terhadap manusia adalah merupakan bentuk intervensi hasil rekayasa manusia. Kloning adalah teknik memproduksi duplikat yang identik secara genetis dari suatu organisme. Klon adalah keturunan aseksual dari individu tunggal.

2.2 Proses bioteknologi kloning
Kloning manusia hanya membutuhkan pengambilan sel somatis (sel tubuh), bukan sel reproduktif (seperti sel telur atau sperma) dari seseorang, kemudian DNA dari sel itu diambil dan ditransfer ke dalam sel telur seseorang wanita yang belum dibuahi, yang sudah dihapus semua karakteristik genetisnya dengan cara membuang inti sel (yakni DNA) yang ada dalam sel telur itu. Kemudian, arus listrik dialirkan pada sel telur itu untuk mengelabuinya agar merasa telah dibuahi, sehingga ia mulai membelah. Sel yang sudah dibuahi ini kemudian ditanam ke dalam rahim seorang wanita yang ditugaskan sebagai ibu pengandung. Bayi yang dilahirkan secara genetis akan sama dengan genetika orang yang mendonorkan sel somatis tersebut.
Beberapa di antara keuntungan terapeutik dari teknologi kloning dapat diringkas sebagai berikut:
·              1.  Kloning manusia memungkinkan banyak pasangan tidak subur untuk mendapatkan anak.
·            2. Organ manusia dapat dikloning secara selektif untuk dimanfaatkan sebagai organ pengganti                bagi pemilik sel organ itu sendiri, sehingga dapat meminimalisir risiko penolakan.
·            3. Sel-sel dapat dikloning dan diregenerasi untuk menggantikan jaringan-jaringan tubuh yang                 rusak, misalnya urat syaraf dan jaringan otot. Ada kemungkinan bahwa kelak manusia dapat             mengganti jaringan tubuhnya yang terkena penyakit dengan jaringan tubuh embrio hasil kloning,          atau mengganti organ tubuhnya yang rusak dengan organ tubuh manusia hasil kloning. Di                    kemudian hari akan ada kemungkinan tumbuh pasar jual-beli embrio dan sel-sel hasil kloning.
·          4, Teknologi kloning memungkinkan para ilmuan medis untuk menghidupkan dan mematikan sel-        sel. Dengan demikian, teknologi ini dapat digunakan untuk mengatasi kanker. Di samping itu,            ada sebuah optimisme bahwa kelak kita dapat menghambat proses penuaan berkat apa yang kita          pelajari dari kloning.
·         5. Teknologi kloning memungkinkan dilakukan pengujian dan penyembuhan penyakit-penyakit            keturunan. Dengan teknologi kloning, kelak dapat membantu manusia dalam menemukan obat           kanker, menghentikan serangan jantung, dan membuat tulang, lemak, jaringan penyambung, atau       tulang rawan yang cocok dengan tubuh pasien untuk tujuan bedah penyembuhan dan bedah                 kecantikan.

2.3 Hukum kloning dalam islam
Permasalahan kloning adalah merupakan kejadian kontemporer (kekinian). Kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya pada makhluk hidup tertentu baik berupa tumbuhan, hewan, maupun manusia.
·         Para ulama mengkaji kloning dalam pandangan hukum Islam
“… Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki …” (QS. 22/al-Hajj: 5).
Abul Fadl Mohsin Ebrahim berpendapat dengan mengutip ayat di atas, bahwa ayat tersebut menampakkan paradigma al-Qur’an tentang penciptan manusia mencegah tindakan-tindakan yang mengarah pada kloning. Dari awal kehidupan hingga saat kematian, semuanya adalah tindakan Tuhan.
·         berdasarkan pada pernyataan al-Qur’an bahwa Allah SWT telah menciptakan Nabi Adam As. tanpa ayah dan ibu, dan Nabi ‘Isa As. tanpa ayah
“Sesungguhnya misal (penciptaan) `Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), maka jadilah dia” (QS. 3/Ali ‘Imran: 59).
Pada surat yang sama juga dikemukakan:
·         “(Ingatlah), ketika Malaikat berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya al-Masih `Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh. Maryam berkata: “Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun”. Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): “Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: “Jadilah”, lalu jadilah dia” (QS. 3/Ali ‘Imran: 45-47).
Jika kloning manusia benar-benar menjadi kenyataan, maka itu adalah atas kehendak Allah SWT. Semua itu, jika manipulasi bioteknologi ini berhasil dilakukan, maka hal itu sama sekali tidak mengurangi keimanan kita kepada Allah SWT sebagai Pencipta, karena bahan-bahan utama yang digunakan, yakni sel somatis dan sel telur yang belum dibuahi adalah benda ciptaan Allah SWT.
Islam mengakui hubungan suami isteri melalui perkawinan sebagai landasan bagi pembentukan masyarakat yang diatur berdasarkan tuntunan Tuhan. Anak-anak yang lahir dalam ikatan perkawinan membawa komponen-komponen genetis dari kedua orang tuanya, dan kombinasi genetis inilah yang memberi mereka identitas.
Sedangkan ulama yang membolehkan melakukan kloning mengemukakan alasan sebagai berikut:
  1. Dalam Islam, kita selalu diajarkan untuk menggunakan akal dalam memahami agama.
  2. Islam menganjurkan agar kita menuntut ilmu (dalam hadits dinyatakan bahkan sampai ke negri Cina sekalipun).
  3. Islam menyampaikan bahwa Allah selalu mengajari dengan ilmu yang belum ia ketahui (lihat QS. 96/al-‘Alaq).
  4. Allah menyatakan, bahwa manusia tidak akan menguasai ilmu tanpa seizin Allah (lihat ayat Kursi pada QS. 2/al-Baqarah: 255).
Dengan landasan yang demikian itu, seharusnya kita menyadari bahwa penemuan teknologi bayi tabung, rekayasa genetika, dan kemudian kloning adalah juga bagian dari takdir (kehendak) Ilahi, dan dikuasai manusia dengan seizin-Nya.
Perbedaan pendapat di kalangan ulama dan para ilmuan sebenarnya masih bersifat tentative, bahwa argumen para ulama/ilmuan yang menolak aplikasi kloning pada manusia hanya melihatnya dari satu sisi, yakni sisi implikasi praktis atau sisi applied science dari teknik kloning.
Dengan berpijak pada kerangka pemikiran ini, maka manfaat dan mudharat terapeutik dari kloning manusia dapat diuraikan sebagai berikut:
1 1. Mengobati penyakit. Teknologi kloning kelak dapat membantu manusia dalam menentukan obat kanker, menghentikan serangan jantung, dan membuat tulang, lemak, jaringan penyambung atau tulang rawan yang cocok dengan tubuh pasien untuk tujuan bedah penyembuhan dan bedah kecantikan.
2 2.  Infertilitas. Kloning manusia memang dapat memecahkan problem ketidaksuburan, tetapi tidak boleh mengabaikan fakta bahwa Ian Wilmut, A.E. Schieneke, J. Mc. Whir, A.J. Kind, dan K.H.S. Campbell harus melakukan 277 kali percobaan sebelum akhirnya berhasil mengkloning “Dolly”. Kloning manusia tentu akan melewati prosedur yang jauh lebih rumit. Pada eksperimen awal untuk menghasilkan sebuah klon yang mampu bertahan hidup akan terjadi banyak sekali keguguran dan kematian.
3 3Organ-organ untuk transplantasi. Ada kemungkinan bahwa kelak manusia dapat mengganti jaringan tubuhnya yang terkena penyakit dengan jaringan tubuh embrio hasil kloning, atau mengganti organ tubuhnya yang rusak dengan organ tubuh manusia hasil kloning.
4 4Menghambat Proses Penuaan. Ada sebuah optimisme bahwa kelak kita dapat menghambat proses penuaan berkat apa yang kita pelajari dari kloning. Namun hal ini bertentangan dengan hadits yang menceritakan peristiwa berikut:
Orang-orang Baduy datang kepada Nabi SAW, dan berkata: “Hai Rasulallah, haruskah kita mengobati diri kita sendiri? Nabi SAW menjawab: “Ya, wahai hamba-hamba Allah, kalian harus mengobati (diri kalian sendiri) karena sesungguhnya Allah tidak menciptakan suatu penyakit tanpa menyediakan obatnya, kecuali satu macam penyakit”. Mereka bertanya: “Apa itu?” Nabi SAW menjawab: “Penuaan”.
5. Jual beli embrio dan sel. Sebuah riset bisa saja mucul untuk memperjual-belikan embrio dan sel-sel tubuh hasil kloning. Transaksi-transaksi semacam ini dianggap bâthil (tidak sah) berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1.      Seseorang tidak boleh memperdagangkan sesuatu yang bukan miliknya.
2.      Sebuah hadits menyatakan: “Di antara orang-orang yang akan dimintai pertanggungjawaban pada Hari Akhir adalah orang yang menjual manusia merdeka dan memakan hasilnya”.
Dengan demikian, potensi keburukan yang terkandung dalam teknologi kloning manusia jauh lebih besar daripada kebaikan yang bisa diperoleh darinya, dan karenanya umat Islam tidak dibenarkan mengambil manfaat terapeutik dari kloning manusia.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
1. Kloning sebagai pengembangan IPTEK, termasuk hasil perkembangan fikiran manusia yang patut disyukuri dan dimanfaatkan bagi peningkatan taraf hidup manusia ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih terhormat.
2. Hasil pemikiran manusia dengan agama akan seimbang bila hasil pemikiran tersebut didasarkan pada sistem dan metode pemikiran yang benar, dan agama digali dengan daya ijtihad yang benar pula. Keduanya saling kuat-menguatkan.
3.Klonasi ditinjau dari segi aspek teologis memperluas wawasan pengenalan terhadap kodrat iradat Ilahi, bahkan klonasi itu sebagai bukti kecanggihan sunnah Allah yang tertuang dalam ciptaan-Nya dan membuktikan ke Maha Kuasaan-Nya.
4.Klonasi terhadap manusia dengan tujuan untuk dijadikan cadangan transplantasi organ tubuh manusia dapat dibenarkan sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan syara’.
5.Klonasi jaringan sel dan organ tubuh manusia, selama dibenarkan oleh ilmu pengetahuan dan sesuai dengan tujuan syara’ dipandang sangat membantu bagi penyembuhan dengan jalan transplantasi.
6.Implementasi klonasi terhadap manusia dipandang bertentangan dengan nilai-nilai ketinggian martabat manusia dan bertentangan pula dengan tujuan syara’, karena dipandang kemungkinan terjadinya kekacauan hukum keluarga dan hubungan nasab, serta ketidakpastian eksistensinya.
7.Keadaan darurat tidak dapat dijadikan alasan untuk melaksanakan implementasi klonasi manusia, karena tidak ada yang merasa terancam, baik dari segi agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta karena tidak melaksanakan klonasi.
         3.2 Saran
               Semua mahkluk hidup pasti memiliki kekurangan maupun kelebihan, puas dengan yang                      diharapkan maupun tidak puas. Maka dari itu jadilah mahkluk Allah swt yang selalu puas                    dengan situasi ataupun keadaan yang tidak kita inginkan.


DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar